Selasa, 22 Mei 2012

Penanganan Kredit Bermasalah...??


 

 Berdasarkan survey Office of the Comptroller of The Currency (OCC) tahun 1998 dari 171 bank gagal dan 51 bank yang direhabilitasi :
  1. 2 % karena fraud
  2. 98 % karena NPL
  • 81 % karena tidak ada kebijakan perkreditan 
  • 86 % karena pemberian kredit serampangan, penagihan yang tidak berhasil, atau tidak ada standar kredit.
Apabila bank punya NPL besar, maka :
  1. Bank harus membentuk cadangan penyisihan penghapusan piutang yang besar à menyedot laba (earning & equity risk).
  2. Tersendatnya likuiditas dana masuk (liquidity risk).

Perkreditan merupakan salah satu usaha penting bagi bank dalam memberikan keuntungan, tetapi berbagai masalah atas penyaluran kredit harus dihadapi perbankan. Akhir-akhir ini banyak kritikan terhadap kinerja perbankan nasional yang dilakukan oleh praktisi keuangan ataupun lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini sehubungan dengan adanya kredit bermasalah yang biasa disebut Non Performance Loan (NPL) dengan jumlah yang cukup signifikan di sejumlah bank tersebut.

Kredit bermasalah atau nonperforming loan merupakan resiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya. Resiko tersebut berupa keadaan di mana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya (wanprestasi). Kredit bermasalah atau nonperforming loan di perbankan itu dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, misalnya, ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan procedur pemberian kredit, atau disebabkan faktor lain seperti faktor makro ekonomi.

Pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari prinsip kepercayaan, yang sering menjadi sumber malapetaka bagi kreditur sehubungan dengan kredit macet.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet.
Untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat non struktural, pada umumnya dapat diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi berupa penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, atau konversi kredit menjadi pernyataan sementara.

Sedangkan untuk kredit- kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan dengan restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah yang bersifat nonstruktural, melainkan harus diberikan pengurangan pokok kredit (haircut) sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank Indonesia  No. 7/2/PBI/2005 agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Dalam pelaksanaannya sekalipun prinsip penilaian 7C telah dilakukan semaksimal mungkin usaha di atas belum bisa menjamin keberhasilan pelaksanaan kredit karena adanya faktor eksternal  seperti perubahan situasi ekonomi atau faktor internal yang menimpa pada usaha debitur. Dalam perkembangannya, kualitas atau kolektibilitas kredit yang telah diberikan  tidak selalu lancar, seringkali kurang lancar,diragukan, bahkan macet.

Kredit bermasalah bagaimanapun juga akan berdampak negatif baik secara mikro (bagi Bank / Lembaga Keuangan  itu sendiri dan nasabah) maupun secara makro (sistem perBank / Lembaga Keuangan an dan perekonomian negara).

Kredit yang bermasalah akan mempengaruhi kelancaran perputaran modal dan cash flow di dalam suatu Bank / Lembaga Keuangan , yang pada akhirnya dapat menggangu likuiditas keuangan yang harus dijaga oleh setiap Bank / Lembaga Keuangan .

Jika Bank / Lembaga Keuangan  tidak likuid, maka dapat mengurangi kredibilitas Bank / Lembaga Keuangan ,hal ini menyangkut kepercayaan para pemilik dana yang  menanamkan modalnya pada Bank / Lembaga Keuangan  tersebut.

Untuk menghindari kerugian akibat kredit bermasalah tersebut maka Bank / Lembaga Keuangan  menempuh langkah-langkah dalam upaya penanganan kredit bermasalah antara lain perlu dipersiapkan langkah-langkah pengamanan dan penyusunan strategi yang tepat,sehingga kemungkinan kerugian yang lebih besar dapat dihindari.

Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki resiko tinggi, karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kesulitan yang telah ditentukan.

Penggolongan kolektibilitas kredit

Kolektibilitas kredit dapat digolongkan menjadi 5,yaitu:
1.    Lancar,
2.    Dalam Perhatian Khusus,
3.    KurangLancar,
4.    Diragukan, dan
5.    Macet.

Kolektibilitas kredit dilihat dari segi prospek usaha, dilihat dari segi kinerja, dan dilihat dari segi kemampuan membayar.

Sedangkan kriteria kolektibitas kredit bermasalah dibedakan menjadi 3 kriteria yakni:
1.    Kurang Lancar,
2.    Diragukan,
3.    Macet.

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau non-performing loan itu dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu:
1.    Penyelamatan kredit.
2.    Penyelesaian kredit.


Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan.

I.   Penyelamatan Kredit Bermasalah

Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor,
Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara:
  1. penjadwalan kembali (rescheduling), 
  2. persyaratan kembali (reconditioning), 
  3. dan penataan kembali (restructuring). 
Penyelamatan kredit bermasalah yang umum dilakukan dengan menggunakan 3 R.

Syarat Penyelamatan Kredit Bermasalah
Bank / Lembaga Keuangan   melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.    Dengan penyelamatan kredit, kondisi Bank / Lembaga Keuangan  menjadi lebih baik.
b.    Adanya itikad baik dari debitur yang kooperatif.
c.    Penilaian usaha debitur yang menunjukkan prospek usaha yang baik.
d.    Penilaian harga barang jaminan dapat digunakan untuk menutup kredit, jika masih kurang nilai jaminannya maka debitur harus memberikan jaminan lagi.

Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut:

1.    Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

2.    Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.

3.    Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning
Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam  kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:
a.  penurunan suku bunga Kredit;
b.  perpanjangan jangka waktu Kredit;
c.  pengurangan tunggakan bunga Kredit;
d.  pengurangan tunggakan pokok Kredit;
e.  penambahan fasilitas Kredit; dan atau
f.  konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara

Sebagaimana diketahui dalam praktek penyelesaian masalah kredit macet diawali dengan upaya – upaya dari bank sebagai pihak kreditur dengan berbagai cara antara lain dengan melakukan penagihan langsung oleh bank kepada debitur yang bersangkutan atau mengupayakan agar debitur menjual agunan kreditnya sendiri untuk pelunasan kreditnya di bank.

II. Penyelesaian Kredit Bermasalah

Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.

Apabila penyelesaian sebagaimana tersebut diatas tidak berhasil dilaksanakan, pada umumnya upaya yang dilakukan bank dilakukan melalui prosedur hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat beberapa lembaga dan berbagai sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaian masalah kredit macet perbankan.

Penyelesaian Kredit Bermasalah dilakukan melalui2 (dua) cara, yaitu sebagai berikut:

1.    Penyelesaian Kredit Bermasalah Secara Damai.
Penyelesaian kredit bermasalah secara damai dapat dilakukan terhadap debitur yang beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui saluran hukum.

Jenis-Jenis dan Ketentuan Penyelesaian Kredit Secara Damai, meliputi: 
  • Pemberian fasilitas keringanan bunga, Pemberian fasilitas keringanan bunga hanya diberikan kepada penunggak dengan kolektibilitas Diragukan, Macet dan Kredit yang telah dihapus bukukan. 
  • Penjualan agunan di bawah tangan, Penjualan agunan di bawah tangan dilakukan agar debitur masih diberikan kesempatan untuk menawarkan/menjual sendiri agunannya.

2.    Penyelesaian Kredit Bermasalah  Melalui Saluran Hukum
Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum ini apabila upaya restrukturisasi/ penyelesaian secara  damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau debitur tidak menunjukkan itikad baik (onwill) dalam menyelesaikan kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui saluran hukum yakni Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) atau Pengadilan Negeri.


Sebab Terjadinya Kredit Bermasalah

Adapun sebab-sebab timbulnya kredit bermasalah meliputi sebagai berikut:

1.    Kelemahan dari sisi intern debitur dapat disebabkan antara lain:
  • Itikad tidak baik dari debitur
  • Menurunnya usaha debitur mengakibatkan turunnya kemampuan debitur untuk membayar angsuran.
  • Debitur tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk mengelola usaha, sehingga usaha debitur tidak berjalan baik.
  • Ketidak jujuran debitur dalam penggunaan kredit untuk produktif menjadi kredit konsumtif yang tidak sesuai dengan tujuan semula dalam perjanjian kredit.

2.    Kelemahan dari sisi intern Bank / Lembaga Keuangan  dapat disebabkan :
  • Itikad tidak baik dari petugas Bank / Lembaga Keuangan  untuk kepentingan pribadi, seperti pegawai Bank / Lembaga Keuangan  merealisir kredit debitur yang memberi imbalan atas pencairan kredit tersebut.
  • Kekurang mampuan petugas Bank / Lembaga Keuangan dalam pengelolaan pemberian kredit mulai dari pengajuan permohonan sampai pencairan kredit.
  • Kelemahan dan kurang efektifnya petugas Bank / Lembaga Keuangan  membina debitur, sehingga debitur mudah memanfaatkan celah ini untuk mencoba melakukan pelanggaran maupun ingkar janji (wanprestasi).

3.    Kelemahan dari sisi ektern Bank / Lembaga Keuangan  dapat disebabkan:

a.    Force majeur.
Perubahan-perubahan yang terjadi karena bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi debitur dalam usahanya. Perubahan ini antara lain bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan lain sebagainya.

b.    Akibat perubahan-perubahan eksternal lingkungan (environtment).
Perubahan ekonomi karena krisis moneter yang berpengaruh terhadap usaha debitur. Krisis moneter tersebut dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang dapat menyebabkan nilai uang menurun terhadap mata uang asing. Hargabarang-barang naik, menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi yang dapat menyebabkan nilai uang naik terhadap mata uang asing sehingga barang-barang turun, yang  menyebabkan lesunya produktifitas perusahaan.


Proses Terjadinya Kredit Bermasalah

Proses terjadinya kredit bermasalah dapat dilihat setelah dilakukan pengenalan dini terhadap kredit
bermasalah.

Proses tersebut antara lain sebagaiberikut:
  1. Pengawas Bank / Lembaga Keuangan   akan menganalisa permohonan kredit, apabila kondisi pemohon dinilai layak maka Bank / Lembaga Keuangan  akan mencairkan kredit.
  2. Pengawasan kredit dilakukan atas kredit yang disalurkan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah.
  3. Kredit yang disalurkan harus digolongkan menurut kolektibilitas agar mempermudah dalam penyelamatannya, untuk kriteria kredit bermasalah.
  4. Penggolongan terhadap kredit dari suatu debitur berdasarkan kolektibilitas apabila pembayaran angsuran harus sesuai dengan perjanjian sebagai berikut:
  • Angsuran debitur masuk dalam kategori lancar apabila pembayaran angsurannya tidak pernah menunggak atau melewati tanggal jatuh tempo.
  • Debitur yang mengalami penunggakan 1-3bulan masuk dalam kelompok dalam perhatian khusus, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  akan melakukan pengawasan atas kredit tersebut dengan melakukan kunjungan ke tempat usaha.
  • Debitur mengalami tunggakan 3-6 bulan masuk kategori kelompok kurang lancar,maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  akan melakukan penagihan dengan cara mengirim surat teguran dan data dokumen tentang kredit debitur.
  • Debitur mengalami tunggakan 6-9 bulan masuk kategori kelompok diragukan, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  akan melakukan pengamanan jaminan. Pengamanan jaminan dengan cara melakukan penilaian harga jaminan tersebut serta menilai ada prospek atau tidak untuk melunasi kewajibannya.
  • Debitur mengalami tunggakan >9 bulan masuk kategori kelompok macet, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  akan langsung melakukan penyelesaian kredit dengan cara damai atau dengan hukum.

Pendekatan Kredit Bermasalah

Pendekatan dan penetapan strategi dalam penanganan kredit bermasalah yaitu sebagai berikut:

1.    Pendekatan Secara Tertulis, dengan cara yaitu:
  • Pemberian Surat Tagihan
  • Pemberian Surat Peringatan
  • Pemberian Surat Tagihan I, II, dan III 

2.    Pendekatan Secara Lisan.
  • Pihak Bank / Lembaga Keuangan  dalam melaksanakan pendekatan ini dengan cara berkunjung ke tempat usaha debitur untuk segera melunasi kewajibannya sebelum diberikan surat tagihan.
  • Apabila setelah diberi Surat Peringatan III,tetapi debitur belum melunasi kewajibannya maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  melakukan kunjungan untuk menilai usaha debitur.
  • Pihak Bank / Lembaga Keuangan  melakukan pembinaan kepada debitur yang mempunyai kategori prospek baik dan itikad baik, prospek tidak baik dan itikad baik, dan prospek tidak baik dan itikad tidak baik supaya menjadi kooperatif dan mau segera melunasi kewajibannya.
   
3.    Pendekatan mengenai persepsi yang dilakukan pejabat kredit Bank / Lembaga Keuangan  untuk menyelamatkan kredit sebagai berikut:
  • Tidak boleh membiarkan atau bahkan berusaha untuk menutup-nutupi adanya atau terjadinya kredit bermasalah.
  • Mendeteksi secara dini kemungkinan kredit akan menjadi bermasalah.
  • Menangani kredit bermasalah sesegera mungkin untuk menghindari semakin memburuknya kredit tersebut.
  • Mengambil kebijaksanaan dalam menentukan langkah penyelesaian kredit bermasalah.
  • Menangani kredit bermasalah harus objektif, tidak membeda-bedakan dengan debitur-debitur tertentu dan atau besaran pinjaman tertentu, namun tetap memperhatikan skala prioritas.

Penetapan Strategi Penanganan Kredit Bermasalah
Sebelum menentukan strategi dalam rangka penyelesaian kredit, terlebih dahulu harus di identifikasi yakni sebagai berikut:
  • Dokumen :Adalah data-data maupun surat-suratserta identitas para debitur.
  • Hubungan Dengan Debitur : Sudah terjalinsebagai nasabah lama atau baru.
  • Informasi dan Investigasi: Perlu diketahui masalah kemacetan dan diselidiki
to be continued...

Seven C's of Credit, Seven P's and 3 R's

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank / lembaga keuangan  harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan adalah dengan prinsip 7C.

Dalam pelaksanaannya sekalipun prinsip penilaian 7C telah dilakukan semaksimal mungkin usaha di atas belum bisa menjamin keberhasilan pelaksanaan kredit karena adanya faktor eksternal  seperti perubahan situasi ekonomi atau faktor internal yang menimpa pada usaha debitur. Dalam perkembangannya, kualitas atau kolektibilitas kredit yang telah diberikan  tidak selalu lancar, seringkali kurang lancar,diragukan, bahkan macet.  


Prinsip-Prinsip Perkreditan

Prinsip perkreditan 7C (Seven C’s of Credit ). Selain itu, masih ada konsep 7P dan 3R yang mendukung dalam pengambilan keputusan kredit calon debitur. Adapun prinsip-prinsip pemberian kredit tersebut adalah sebagai berikut :

1.    Prinsip 7C, meliputi :
 
a.    Character

“Character”atau watak dari para calon peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada pemberi kredit bahwa sifat atau watak dari orang yang akan diberikan kredit benar2 dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang si nasabah yang bersifat latar belakang pekerjaan, pendidikan, maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidu ataupun gaya hidup yang dianut.

b.    Capacity
Penilaian terhadap capacity debitur untuk mengetahui dengan pasti sampai serumit apa kemampuan debitur menjalankan usahanya. Hal ini juga untuk melihat kemamuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuan mengelola bisnis serta kemampuan mencari laba, sehingga terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

c.    Capital
“Capital”atau modal ini menyangkut berapa banyak dan bagaimana structural modal yang telah dimiliki oleh calon peminjam.

d.    Condition of Economy
Kondisi dan situasi ekonomi perlu pula diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit terutama dalam hubungannya dengan sector usaha calon peminjam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.    Pemasok (Supplier)
b.    Pembeli (buyer)
c.    Persaingan (Competitor)
d.    Barang pengganti (Substitution product)
e.    Potensi dan keunggulan bersaing dibandingkan dengan pesaing (Competitive advantage)
f.    Peraturan pemerintah (Government Regulation)
g.    Perdagangan internasional (Macro economics)

e.    Collateral
Collateral ialah jaminan atau agunan yaitu harta benda milik debitur atas pihak ketiga yang diikat sebagai agunan andai kata terjadi ketidak mampuan debitur tersebut untuk menyelesaikan utangnya sesuai dengan perjanjian kredit.
 
f.    Covering
Menjaga setiap kredit yang diberikan dengan mengasuransikannya. Jika proyek perusahaan yang dibiayai mengalami kegagalan dan kesulitan dalam melunasi kredit, maka pihak asuransi akan membayar atau mengganti sesuai kesepakatan berapa besar dari jumlah kredit yang diberikan. Covering yang berarti penutupan asuransi terhadap kredit yang diberikan dari risiko kemacetan.

g.    Constraints
Batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan bisnis diduatu tempat. Masalah mengenai constraint ini agak sukar untuk dirumuskan karena tidak ada peraturan yang tertulis untuk hal itu dan masalahnya juga tidak selalu dapat diidentifikasikan secara fisik, lebih menyangkut kepada moral. Constraints yaitu keterbatasan atau hambatan yang tidak memungkinkan kredit diberikan.
 


2.    Prinsip 7P, meliputi :

 
a.    Personality

Personality atau kepribadian adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan permohonan kredit yang bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit.
 
b.    Party
Party adalah mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi-klasifikasi atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, karakterdan loyalitasnya, di mana setiap klasifikasi nasabah akan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang berbeda dari Bank / Lembaga Keuangan

c.    Purpose
Purpose atau tujuan adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja.
 
d.    Prospect
Prospect  adalah  prospek perusahaan di masa yang akan datang, apakah akan menguntungkan(baik) atau merugikan (jelek).
 
e.    Payment
Payment atau pembayaran adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan.
 
f.    Profitability
Profitability merupakan kemampuan nasabah dalam mencari laba Profitability diukur perperiode, apakah konstan atau meningkat dengan adanya pemberian kredit.

g.    Protection
Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang atau jaminan asuransi.


3.    Prinsip 3R, meliputi :

a.    Return
Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan debitur setelah dibantu dengan kredit oleh Bank / Lembaga Keuangan .

b.    Repayment Capacity
Repayment Capacity yaitu menilai berapa lama perusahaan pemohon kredit dapat membayar kembali kredit, sesuai dengan kemampuan untuk mengembalikan kredit Bank / Lembaga Keuangan , dan apakah kredit harus diangsur/ dicicil/ atau dilunasi sekaligus di akhir periode.

c.    Risk Bearing Ability
Risk Bearing Ability yaitu kemampuan untuk menanggung resiko yang mungkin timbul jika kredit menjadi macet.

Selasa, 01 Mei 2012

Menyusun Proporsal Kredit

Cara Menyusun Proporsal Kredit

Banyak kalangan pengusaha KUKM ingin mengajukan pinjaman ke bank tapi bingung bagaimana membuat proposal kredit yang bankable? Atau mungkin Anda sering membuat proposal, tetapi masih ragu apakah proposal yang disusun sudah visible dan bankable? 

Kemampuan untuk menyusun proposal kredit akan memberi banyak manfaat dalam usaha Anda. Karena pihak lain tidak mungkin langsung menerima permohonan pinjaman Anda tanpa mempelajari proposal.

Proposal merupakan komplemen dalam mengajukan kredit ke bank. Proposal juga urgen untuk menarik perhatian pihak bank, karena proposal mendeskripsikan usaha Anda viable prospektif atau tidak.
Keuntungan yang akan Anda peroleh jika Anda mampu menyusun proposal adalah:
Kreditur akan memprioritaskan pinjaman Anda Anda memperoleh kesempatan untuk mengembangkan usaha ke skala yang lebih besar; Anda akan mendapat penghargaan jika usaha Anda menjadi besar dan teladan Anda akan mempunyai relasi yang lebih luas. 

Berikut ini adalah susunan dari suatu Proposal:
1. COVER
Halaman pertama yang memuat nama usaha/koperasi (di atas/ tengah halaman), tempat usaha, bulan dan tahun pembuatan proposal (biasanya di bawah).

2. HALAMAN KEDUA
Memuat profil singkat usaha dan identitas pemilik:
Nama, alamat dan telepon koperasi/perusahaan Nama pengurus, karyawan, dan manajer Lokasi usaha Jumlah anggota koperasi

3. RINGKASAN PROPOSAL 
Isi proposal sebaiknya diringkas dalam bentuk ringkasan proposal yang memuat :
Profil singkat usaha dan identitas pemilik Total kredit yang diminta Paket kredit bagi setiap anggota (bagi koperasi) Jangka waktu pengembalian kredit Grace period (tenggang waktu) Alternatif jaminan beserta nilai taksirannya dan kapan usaha akan dimulai. Klasifikasi dan kemandirian koperasi Kapan rencana usaha/proyek akan dijalankan

4. ISI PROPOSAL
a. Pendahuluan
Pendahuluan dapat berisi latar belakang pendirian usaha, alasan mengenai perlunya investasi dan modal kerja, dan iklim usaha secara umum dan rencana usaha ke depan.
b. Tujuan Penggunaan Dana Pembiayaan dan Jumlah Yang Diperlukan Disini Anda perlu menuliskan tujuan penggunaan dana pembiayaan dan jumlah dana pembiayaan yang diperlukan
c. Bagaimana Anda akan menggunakan dana tersebut secara spesifik dan jelas.
Sejarah dan Eksplanasi Mengenai Usaha Koperasi Informatif Faktual Tanpa emosi Menyangkut kapan usaha didirikan, lokasi awal usaha didirikan, teknologi dan peralatan yang digunakan awal pendirian usaha, perkembangan jumlah karyawan/pengurus, perkembangan jumlah produksi, permintaan dari mana saja, dan pemasaran ke mana saja
d. Informasi Pasar Mengenai Produk dan Jasa Spesifik 
Menggunakan fakta yang ada, dalam bentuk angka- angka dan nama-nama, misalnya:
  • Apa saja produk dan jasa yang ditawarkan (Product and services)
  • Siapakah para pembeli produk dan saingannya (Market and competitor). 
  • Apakah ada perusahaan mempunyai spesialisasi pada satu atau dua macam produk, atau memang menawarkan berbagai macam produk untuk dipasarkan 
  • Apa yang dilakukan oleh pemilik usaha dalam menjaga atau meningkatkan bagiannya dalam pasar (market share) 
  • Permintaan-penawaran, identifikasi berbagai indikator umum yang ada kaitannya dengan permintaan dan penawaran produk seperti data kependudukan, pendapatan per kapita suatu wilayah, pemasaran produk dan data lainnya yang berhubungan dengan permintaan penawaran. 
  • Analisa persaingan, diuraikan posisi dan upaya pesaing dalam memasarkan produk sejenis, terutama perbandingan dalam mutu, harga, dan pelayanan.
  • Saluran distribusi, terangkan metode saluran distribusi pemasaran serta jelaskan kelebihan saluran distribusi pemasaran yang digunakan.
  • Rencana pemasaran, mengenai produk apa yang akan dipasarkan di lokal, antar kota, propinsi, dan eksport. Perkembangan harga di tingkat lokal rata-rata 2-3 tahun terakhir
e. Aspek Produksi
Proses produksi dan teknologi Untuk usaha produksi, dijelaskan teknologi yang diterapkan, mesin dan peralatan serta spesifikasi harga, proses produksi secara singkat, bagan dan arus produksi.
Untuk bidang perdagangan, ditulis proses pengadaan barang terjadinya transaksi hingga penyerahan barang.
Kapasitas produksi, Untuk Jenis usaha produksi perlu dicantumkan kapasitas produksi dan rencana produksi per tahun.
Lokasi Usaha, dengan membuat peta dalam bentuk gambaran tangan. Dijelaskan dimana lokasi usaha berada. Yang penting lokasi usaha tidak terkena larangan pemerintah
Lahan dan bangunan, Jelaskan rincian lahan/tanah dengan ukuran baku (hektar/m) apakah lahan tersebut merupakan hak milik, sewa atau bentuk kepemilikan lainnya. Jelaskan apakah ada bangunan yang diperlukan untuk usaha.
Bahan baku dan Bahan Pembantu, Mudah tidaknya pengadaan bahan baku dan bahan pembantu, termasuk sumber, ketersediaan pasokan, volume, mobilisasi bahan baku, sistem pembelian (tunai/kredit)

f. Aspek Sosial Ekonomi
Terhadap Lapangan Kerja. Jelaskan apakah usaha tersebut mampu menyerap tenaga kerja, dan berapa jumlah tenaga kerja yang terserap oleh usaha.
Keterkaitan Usaha. Jelaskan keterkaitan usaha dengan usaha besar, dengan usaha kecil menengah lain, dengan koperasi dan lainnya. Pendapatan. Penjelasan mengenai usaha Anda akan memberi peningkatan

g. Sejarah Keuangan Usaha/Koperasi
Laporan keuangan usaha minimal selama 2 tahun terakhir berupa: Neraca Laporan laba/rugi Jenis, jumlah, dan penggunaan kredit Cashflow(arus kas) penerimaan dan pengeluaran dilengkapi faktor- faktor yang mempengaruhinya. Administrasi dan laporan-laporan Pembelian, produksi, dan penjualan/ekspor Data-data menyangkut SDM, modal, dan material Laporan keuangan yang diserahkan sebaiknya lengkap dan tepat.

h. Proyeksi Keuangan
1. Bentuk proyeksi keuangan:
Kapasitas usaha, pembelian, dan produksi Data penjualan dan ekspor Biaya proyek dan rencana pembiayaan Anggaran uang tunai (cash budget) Laporan pendapatan (laba/rugi) proforma Neraca pro forma untuk satu tahun fiskal mendatang Sumber dan penggunaan dana

2. Sifat Proyeksi Keuangan: Realistik
Didasarkan atas asumsi-asumsi yang wajar dan dapat memberikan deskripsi tentang kemungkinan profit atau loss.

i. Daftar Jaminan yang mungkin diberikan  Wujud jaminan
Berupa barang yang dibiayai serta jaminan lain bila dipandang perlu Misalnya: tanah dan bangunan/mesin, tanah kosong, persediaan barang, dll.

j. Penutup
Harapan dan ucapan terimakasih pada pihak bank

5. LAMPIRAN
Informasi tambahan lain yang mendukung dalam bentuk lampiran antara lain :
Fotokopi KTP, SIM Rencana-rencana dalam blueprint Gambar-gambar atau foto-foto Fotocopy dokumen-dokumen resmi (legal documents) seperti: SIUP, TDP, NPWP, Akta Pendirian Usaha, Identitas Pengurus dan catatan-catatan penting Data sensus dan data demografis. Dalam pelaksanaannya, data-data di atas dapat ditambah/dikurangi disesuaikan dengan jenis usaha. Pada substansinya, proposal yang komprehesif dan menarik sangat diperlukan untuk meyakinkan pihak perbankan untuk memberikan kredit.

Klasifikasi Kredit Bermasalah

Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Menghimpun dana (funding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana biasanya dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan (rekening / account)
Contoh simpanan : Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit), Deposito (Time Deposit).

b. Menyalurkan dana (leanding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana dilakukan bank melalui pemberian pinjaman (kredit)

c. Memberikan Jasa-jasa lainnya (service)
Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Bahkan saat ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit. Semakin banyak jasa-jasa yang diberikan oleh suatu bank maka akan semakin baik, terlebih lagi jika didukung dengan adanya kecanggihan teknologi.

Sumber dana yang dikumpulkan oleh suatu bank mempunyai sifat loanable funds, unloanable funds, dan equity funds. Dimana loanable funds dimaksudkan dana tersebut dapat disalurkan lagi dalam bentuk kredit atau surat berharga (secondary reserve), sementara itu yang unloanable funds adalah dana yang hanya bisa digunakan sebagai primary reserve. Sedangkan Equity Funds merupakan dana yang dapat dialokasikan terhadap aktiva tetap.

Bicara tentang sumber dana, terdapat tiga sumber dana bagi bank, yaitu :

1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana Intern)
Sumber dana ini merupakan sumber dan dari modal sendiri, atau modal setoran dari para pemegang sahamnya.
Secara garis besar pencarian dana sendiri diperoleh dari :
 

  • setoran modal pemegang saham 
  • cadangan bank (laba tahun lalu)
  • laba bank yang belum dibagikan (modal sementara)

2. Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana ekstern)
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasi dari sumber ini. Sumber dana ini cukup mudah diperoleh dengan memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya.
Contoh sumber dana ini:

  • Giro
  • Tabungan
  • Deposito

3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya.
Dana ini merupakan dana tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua. Biasanya dana ini relatif lebih mahal dan siftnya hanya sementara waktu. Peroleh dana ini antara lain :
 

  • Kredit Likuiditas Bank Indonesia, merup. Kredsit dari BI bagi bank yang mengalamu kesulitan likuiditas.
  • Pinjaman Antar Bank (call money), biasanya dilakukan bank jika mengalami kalah kliring. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.
  • Pinjaman dari bank-bank luar negeri.
  • Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini bank yang menerbitkan SBPU yang kemudian diperjualbelikan pad apihak yang berminat.


Kredit Perbankan 
 
Kredit yang disalurkan dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat dibandingkan jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Klasifikasi tentang kredit-kredit tak lancar ini ditetapkan berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPPP, Februari 1991 (Manurung dan Rahardja, 2004). Kredit bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur serta melunasi pinjamannya kepada bank.

Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman, dan diperinci sebagai berikut:

1. Kredit lancar (Pass).
Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria:
a) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan
b) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
c) bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral).

2. Dalam perhatian khusus (Special Mention).
Kredit yang digolongkan ke dalam kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui sembilan puluh hari; atau
b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c) mutasi rekening relatif aktif; atau
d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
e) didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang lancar (Substandard).
Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancar apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui sembilan puluh hari; atau
b) sering terjadi cerukan; atau
c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
d) terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikanlebih dari sembilan puluh hari; atau
e) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah; atau
f) dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Diragukan (Doubtful).
Kredit digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau
b) terjadi cerukan yang bersifat permanen
c) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d) terjadi kapitalisasi bunga; atau
e) dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5. Macet (Loss).
Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau
b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar (Rivai dan Veithzal, 2006).

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2274177-kualitas-dan-risiko-kredit/#ixzz1tbCPZR2C

UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM :

Berdasarkan UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM :


1.    Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, kriteria usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).


2.    Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung mauoun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, kriteria usaha yang memiliki kekayaan bersih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).


3.    Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, kriteria usaha yang memiliki kekayaan bersih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).